Iklan

Iklan

APBD Cianjur Dinilai Sakit Karena Ketergantungan Bantuan Pusat

klikindonesia
29 Agu 2025, 21:38 WIB Last Updated 2025-08-29T14:39:05Z
Diskusi yang dilaksanakan oleh BPC, Klinik Hukum Cianjur dan RBUC menyatakan APBD Kabupaten Cianjur tidak sehat alias sakit.



NETSEMBILAN.COM | CIANJUR - Diskusi Publik bertemakan Sinkronisasi RAPBD 2025 dan 2026 : Masalah dan SOlusi yang dilaksanakan oleh Bengkel Politik Cianjur dan Klinik Hukum Cianjur bertempat di sebuah cape di kawasan Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur menghadirkan dua narasumber yaitu Lena selaku Sekretaris Baperinda Kabupaten Cianjur, Asep Sofyan Halim mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cianjur, Hidayat Makbul mantan pejabat eselon II Kabupaten Cianjur dan Asep Tolha sebagai pemerhati anggaran pemerintahan.

Ketua Panitia Titin Suastini menjelaskan, diskusi yang dilaksanakan atas dasar kepedulian dari Bengkel Politik Cianjur dan Klinik Hukum Cianjur Lawyer Club dalam memperhatikan dinamika politik anggaran di Kabupaten Cianjur. Karena walau bagaimanapun, masyarakat luas yang akan merasakan dampak positif serta negatifnya dari kebijakan Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam mengelola anggaran.

"Kami hendak turut serta dalam sumbangsih menyangkut pengelolaan anggaran. Karena hasil dari diskusi ini akan kami laporkan dalam bentuk rekomendasi," jelasnya.

Asep Tolha selalu narasumber menjelaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Cianjur dalam kondisi sakit. Hal ini bisa dinilai dari terjadinya depisit anggaran sebesar 3% lebih. Hal ini berdampak pada sektor belanja pembangunan yang akan langsung dirasakan oleh masyarakat.

"Proyeksi defisit melebihi batas regulasi mencapai Rp. 758,124 Milyar dan Rp. 222.137 Milyar. Ini melanggar PP No.12 Tahun 2019," jelas Asep Tolha.

Pria yang akrab disapa Kang Asto ini memaparkan, sakitnya APBD Kabupaten Cianjur karena dalam pengelolaan anggaran masih punya ketergantungan pada Dana Transfer Pusat (TKD) . Pengurangan TKD hingga 29.43% memperburuk kemandirian fiskal. Yang lainnya adalah ketidak konsistenan perencanaan.

"Ada ketidak sesuaian antara RKPD, KUA PPAS dan paparan TPAD pada program prioritas seperti program waragad dan bantuan lembaga Rp. 300 juta," papar Kang Asto.

Program Waragad ini di kabupaten dan kota lain juga ada, dan diberikan langsung kepada RT masing-masing. Lanjut Kang Asto, tapi di Kabupaten Cianjur justru para RT cuma penonton karena bantuan RP. 25 juta tersebut diberikan atau dilaksanakan oleh pihak ke tiga, atau pengusaha jasa kontruksi. Lalu bantuan lembaga Rp. 300 juta, juga ternyata dinikmati beberapa gelintir lembaga saja.

"Ambil contoh lembaga pendidikan pesantren yang jumlahnya hampir 400 ini, yang mendapatkan bantuannya cuma dibawah lima buah pesantren," sambung dia.

Sedangkan dari pihak Pemkab Cianjur, melalui Lena Sunarya sebagai Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Cianjur mengatakan, Sakitnya APBD Bukan hanya di derita Cianjur saja. Tapi dialami dan dirasakan juga oleh kabupaten/ kota lainnya.

"Dalam pandangan saya, kondisi sekarang bahkan lebih parah dari masa pandemi Covid19 lalu," kanyata.

Lena menegaskan, defisit anggaran lebih banyak dikarenakan kebijakan efisiensi pemerintah pusat. Dampak dari efisiensi ini sangat terasa oleh pengguna anggaran hingga masyarakat penerima manfaat dari anggaran negara baik itu anggaran daerah, provinsi maupun pusat.

"Untuk lebih jelasnya lagi, Tahun 2026 mendatang, Kabupaten Cianjur tidak akan menerima Dana Alokasi Khusus dari pusat. Bahkan Dana Alokasi Khusus pun sudah demikian terperinci dalam penggunaannya," pungkas Lena. (Ruslan Ependi)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • APBD Cianjur Dinilai Sakit Karena Ketergantungan Bantuan Pusat

Terkini

Iklan