NETSEMBILAN.COM | CIANJUR - Bertempat di Kantor Tim Teknis Penyenggara Pemberdayaan Pendidikan Diniyyah Takmiliyyah dan Pendidikan Al Qur'an (P3DTPQ) Kabupaten Cianjur, di Jalan Pramuka, Kecamatan Karangtengah, Cianjur, para pimpinan sekolah swasta dari berbagai kabupaten dan kota se Jawa Barat berkumpul dan menyatakan sikap keberatan atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang penambahan Rombongan Belajar (Rombel) 50 siswa untuk setiap kelas sekolah negeri, baik untuk setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun SMA/SMK. Rabu (23/07/2025).
Ketua P3DTPQ Kabupaten Cianjur, Muhammad Toha menjelaskan, akibat dari kebijakan Gubernur Jabar Kang Dedi Mulyadi (KDM) banyak sekolah swasta yang dirugikan karena kehilangan siswa baru. Komunitas penyenggara pendidikan swasta adalah yang paling terdampak oleh kebijakan Gubernur Jabar ini.
"Judulnya bagus, pencegahan siswa putus sekolah. Tapi Pak Gubernur tidak mengantisipasi dampak dari kebijakan beliau tersebut terhadap kelangsungan lembaga pendidikan swasta setingkat SMA," jelas pria yang akrab disapa Kang Toha ini kepada netsembulan.com.
Dikatakannya, para penggiat lembaga pendidikan swasta berkumpul dengan para ahli hukum di Kantor P3DTPQ Cianjur untuk menyuarakan keresahan yang sama. Bukan hanya dari Kabupaten Cianjur, tapi dari kabupaten kota lain yang ada di Jawa Barat ini sudah menyatukan persepsi menyangkut kebijakan Gubernur KDM ini.
"Dari hasil rembug pendapat tadi, diambil keputusan menuntut Gubernur Jabar membatalkan kebijakan Rombel 50 siswa setiap kelas di sekolah negri. Dan kami siap melakukan upaya hukum ke PTUN bila keresahan kami tidak diindahkan KDM," kata Kang Toha tegas.
Jauh lebih baik, lanjut dia, apabila Gubernur KDM mengimplementasikan program pencegahan siswa putus sekolah ini, disesuaikan dengan peraturan mentri pendidikan yang hanya mengatur jumlah siswa di angka 32 setiap kelas. Bukannya 50 siswa yang sekarang diterapkan di Jawa Barat.
"Tahun 2025 sekarang ini, dampaknya sangat merugikan lembaga pendidikan swasta baik itu SMA, SMK maupun Aliyah. Kalau tahun 2026 mendatang masih diterapkan, maka sangat dimungkinkan banyak lembaga pendidikan swasta yang tutup. Ini yang akan kami cegah," sambung Kang Toha.
Dirinya juga mengingatkan, program pencegahan siswa putus sekolah seharusnya menyisir anak - anak usia sekolah untuk kembali ke kelasnya. Bukan malah menambah kuota Rombel sekolah negri 50 siswa untuk setiap kelas.
"Jadi apa yang digulirkan oleh Gubernur KDM saat ini, seolah-olah berubah arah, yang asalnya mencegah anak putus sekolah, menjadi mencegah anak didik masuk sekolah swasta," pungkasnya. (Ruslan Ependi)
