Iklan

Iklan

Selamatkan Demokrasi, Finalisasi Aturan Pilkada Serentak Berorientasi Pada Protokol Kesehatan Ketat

klikindonesia
23 Sep 2020, 08:47 WIB Last Updated 2020-09-23T01:47:28Z


NET9 - Ditengah pro-kontra pelaksanaan Pilkada serentak 09 Desember 2020, ada penegasan yang mencerahkan bagi Publik yakni urgensi pengetatan aturan menghindari cluster Covid-19 pada pilkada serentak.


Hal itu mengemuka dalam Dialog Interaktif Virtual LSM-IBSW yang digelar pada Selasa (22/9/2020) dengan Tema “Gelaran Pilkada Serentak dengan Protokol Kesehatan Ketat menjalankan Agenda Demokrasi Indonesia”


Chairman Pusat Studi Kebijakan Publik Alternatif/SATELIT Azza Q Pasya memoderatori Dialog ini mampu memantik fungsi pengawasan Komisi II DPR RI Junimart Girsang terhadap pelaksanaan Pilkada serentak.


“Revisi atas Peraturan KPU tinggal Finalisasi, harus ada forecast atas sanksi bagi Pelanggar aturan Pemilu” Tandas Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan. Bahkan Junimart mengingatkan Penyelenggara Pemilu agar melakukan Validasi atas Surat Keterangan Hasil Test Swab dan Rapid karna tidak sedikit yang palsu.


Anggota Bawaslu RI Mochammad Afiffudin menyatakan urgensi mencari jalan keluar atas protokol kesehatan yg terjadi karena kerumunan maka perlu dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penularan Covid-19. Selaras dengan Bawaslu,


Narasumber dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu/DKPP Alfitra Salamm secara tegas menyatakan agar perhelatan pemilu meniadakan kerumunan massa. “KPU harus konkret bukan hanya membatasi jumlah peserta kampanye 50 orang tapi tetapkan saja kampanye secara daring,” tegas Alfitra.


Menjawab itu Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menyatakan bahwa protokol kesehatan yang termaktub dalam PKPU Nomor 6/2020 akan lebih diperketat lagi, termasuk menghindari kerumunan massa, dan menggunakan media online.


“Bagi Pemilih sebelum masuk TPS pun akan diukur suhu tubuhnya, jika suhu nya tinggi maka akan diperlakukan secara khusus,” tandas Raka Sandi.


Media online atau daring sebagai solusi menghindari kerumunan massa pun dikritisi oleh Rudi Rusdiah selaku Ketua Asosiasi Big Data, Rudi menekankan penggunaan daring harus diperhatikan karena kerap terjadi peretasan data oleh hacker dan penggunaan data pribadi secara illegal.


Kendala pelaksanaan Pilkada serentak karena Pandemik Covid-19 tidak serta merta dilakukan penundaan secara terus menerus atas pelaksanaan Pilkada Serentak, karena menurut Direktur Eksekutif LSM-IBSW Nova Andika bahwa Pandemik ini tidak jelas kapan berakhirnya dan secepat apa Vaksin ini bisa diberikan kepada masyarakat.


“Pemimpin Daerah harus memiliki legitimasi dari masyarakat pemilihnya dan memiliki kapabilitas menangani Pandemik di daerah yg dipimpinnya, dan agenda demokrasi tetap harus berjalan ditunjang aturan Protokol Kesehatan yg sangat ketat” tandas Nova.


Atas kemungkinan terjadinya pelanggaran atas aturan yg sangat ketat dalam Pilkada serentak, Jerry Massie selaku pengamat politik menegaskan perlunya peradilan khusus. “Peradilan khusus diperlukan ,tuk pelanggaran yang tidak bisa dijangkau oleh Gakummdu” ucap Jerry.


Dia pun menilai jika memang diperlukan ala sistem Ameria Serikat bisa diadopsi yakni pemilihan melalui kantor pos. Barangkali selain murah ini akan mencegah terpapar Covid-19.


“Ini akan diterapkan pada presidential election (pemilihan presiden) November 2020 ini,”


Yang utama juga penyelengara Pilkada di 270 daerah mengantisipasi agar serangan hacker, terus media dipakai oleh kandidat menyerang lawannya.


“Saya harap anggaran Covid-19 tak dimanipulasi oleh calob petahana dipakai untuk biaya kampanye atau bantuan sembako dan BLT disalahgunakan dipakai untuk pencitraan. Kan ada dana DIPA, DAK, DAU sanpai MAMI ini biasanya diselewengkan oleh calon basanya calon petahana,” kata Jerry.



Red

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Selamatkan Demokrasi, Finalisasi Aturan Pilkada Serentak Berorientasi Pada Protokol Kesehatan Ketat

Terkini

Iklan